HUKUM
DAN PRANATA PEMBANGUNAN
RUANG TERBUKA HIJAU
“KOTA YANG
MENERAPKAN RTH 30% LUAS WILAYAH, DAN 20% LUAS WILAYAH KOTA”
DOSEN:
L KRISTINA H NAIBAHO
NAMA:
NABIILAH
DHIYA ULHAQ (24317331)
KELAS:
3TB02
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019
RUANG
TERBUKA HIJAU
Ruang Terbuka Hijau atau RTH
merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan
untuk penghijauan tanaman.
Ruang terbuka hijau yang ideal
adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat
berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga
untuk meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah.
Klasifikasi bentuk RTH umumnya antara
lain RTH Konservasi/Lindung dan RTH Binaan.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam
RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan,
dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
· Kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis
· Kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam
retensi
· Area pengembangan keanekaragaman hayati
· Area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di Kawasan
perkotaan
· Tempat rekreasi dan olahraga masyarakat
· Tempat pemakaman umum
· Pembatas perkembangan kota kea rah yang tidak diharapkan
· Pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis
· Penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan
kepadatan serta kriteria pemanfaatannya
· Area mitigasi/evakuasi bencana
· Ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan
peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
FUNGSI
DAN MANFAAT
FUNGSI RTH
1.
Fungsi utama (intrinsik) yaitu
fungsi ekologis:
· Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari system sirkulasi
udara (paru-paru kota)
· Pengatur iklim mikro agar system sirkulasi udara dan air
secara alami dapat berlangsung lancar
· Sebagai peneduh
· Produsen oksigen
· Penyerap air hujan
· Penyedia habitat satwa
· Penyerap polutan media udara, air dan tanah
· Penahan angina
2.
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
Ø Fungsi sosial dan budaya:
· Menggambarkan ekspresi budaya lokal
· Merupakan media komunikasi warga kota
· Tempat rekreasi : wadah dan objek pendidikan, penelitian,
dan pelatihan dalam mempelajari alam
Ø Fungsi ekonomi:
· Sumber produk yang bisa dijual, sepertii tanaman bunga, buah,
daun, sayur mayur
· Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lain-lain
Ø Fungsi estetika:
· Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik
dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan permukiman) maupun makro (lansekap
kota secara keseluruhan)
· Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota
· Pembentuk factor keindahan arsitektural
· Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area
terbangun dan tidak terbangun
MANFAAT RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya
dibagi atas:
1.
Manfaat langsung (cepat dan besifat
tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan
mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah)
2.
Manfaat tidak langsung (berjangka panjang
dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan
akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta
segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman
hayati).
PROSEDUR PERENCANAAN
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah
sebagai berikut:
· Penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang
telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR
Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah setempat
· Penyediaan dan pemanfaatan RTH public yang dilaksanakan oleh
pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
· Tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH public meliputi:
Ø Perencanaan
Ø Pengadaan lahan
Ø Perancangan Teknik
Ø Pelaksanaan pembangunan RTH
Ø Pemanfaatan dan pemeliharaan
· Penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh
masyarakat termasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan
pembangunan
· Pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan
reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Ø Mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada
masing-masing daerah
Ø Tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman
misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak
keutuhan bentuk tajuknya
Ø Tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH
Ø Memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH
Ø Tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial,
ekologis, dan estetis
PERATURAN
UU NO
26 TAHUN 2007 (PENATAAN RUANG)
Peraturan tentang struktur ruang dan
prasarana wilayah kabupaten untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten.
Pemerintah kabupaten memiliki wewenang
dalam pengembangan dan pengelolaan kabupaten dan telah disahkan dalam undang-undang.
Rencana tata ruang kabupaten memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang provinsi yang terkait dengan
wilayah kabupaten yang bersangkutan.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten
merupakan pedoman dasar bagi pemda dalam pengembangan lokasi untuk kegiatan
pembangunan di daerahnya terutama pada daerah pedesaan.
Peninjauan kembali atau revisi
terhadap rencana tata ruang untuk mengevaluasi kesesuaian kebutuhan
pembangunan.
UU NO
26 TAHUN 2007 TENTANG RTH (RUANG TERBUKA HIJAU)
Pada UU No 26 Tahun 2007 Pasal 17
memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran
sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Isi UU No
26 Tahun 2007 Pasal 17:
(1)
Muatan rencana tata ruang mencakup
rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2)
Rencana struktur ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana system pusat permukiman dan rencana system
jaringan prasarana.
(3)
Rencana pola ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4)
Peruntukan kawasan lindung dan
kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang
untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan
keamanan.
(5)
Dalam rangka pelestarian lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan
kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai.
(6)
Penyusunan rencana tata ruang harus
memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan
kawasan.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan
keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.
Pasal 1 angka 31 Undang-undang No 26
tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah,
maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi
menjadi 9:
1.
Kawasan hijau pertamanan kota
2.
Kawasan hijau hutan kota
3.
Kawasan hijau rekreasi kota
4.
Kawasan hijau kegiatan olahraga
5.
Kawasan hijau pemakaman
Tujuan pembentukan RTH di wilayah
perkotaan adalah:
1.
Meningkatkan mutu lingkungan hidup
perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
2.
Menciptakan keserasian lingkungan
alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan
dalam pengelolaan RTH adalah:
1)
Fisik (dasar eksistensi lingkungan),
bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk
geografis lain sesuai geotopografinya.
2)
Sosial, RTH merupakan ruang untuk
manusia agar bisa bersosialisasi.
3)
Ekonomi, RTH merupakan sumber produk
yang bisa dijual
4)
Budaya, ruang untuk mengekspresikan
seni budaya masyarakat
5)
Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak
manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah, dan
lestari.
KOTA YANG
MENERAPKAN RTH 30% DARI LUAS WILAYAHNYA
1)
BALIKPAPAN
Secara administrative luas keseluruhan
Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032 adalah 81.495 Ha yang terdiri dari
luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan 31.164,03 Ha. Pansus DPRD Kota Balikpapan
dalam pembahasan revisi RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda
No.5 Tahun 2006 tentang RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan
ruang di Kota Balikpapan dalam 10 tahun terakhir.
Dalam perencanaan tata ruang,
pemerintah Kota Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan Nomor 5
Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005-2015
menjadi Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November 2012. Dalam
Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap dilanjutkan,
antara lain:
1.
Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan
48% Kawasan Budidaya
2.
Tidak menyediakan ruang untuk
wilayah pertambangan
3.
Pengembangan kawasan budidaya dengan
konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan
Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan
zero sediment.
Topografi Balikpapan berbukit-bukit
dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada beberapa kawasan
didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan erosi. Kondisi ini
memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya. Berdasarkan hasil
pengumpulan data, luas hutan kota di Balikpapan yang secara definitive sudah
ditetapkan saat ini baru mencapai 200 Ha yang tersebar di 28 lokasi atau
mencapai 0,4% dari luas wilayah Kota Balikpapan (503 km²).
DASAR
DAN ASPEK LEGAL
Kebijakan pemerintah Kota Balikpapan
untuk menetapkan beberapa kawasan hutan kota sebagai kawasan yang dilindungi
karena sifatnya yang khusus, di antaranya sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau
Kota sejak tahun 1996 sudah ada meskipun dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan dan pengawasannya masih terus dibenahi.
Penetapan
21 kawasan sebagai hutan kota juga berperan sebagai ruang terbuka hijau dari
tahun 1996 hingga tahun 2004 oleh Pemerintah Balikpapan melalui beberapa buah Surat
Keputusan Walikota.
RTH
Kota Balikpapan terdiri dari:
· Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain
· Kebun Raya Balikpapan
· Hutan Kota Pertamina
· Taman-taman kota
· Taman median jalan
Jika ditinjau dari rasio luas lahan
yang dibangun dengan RTH, maka Balikpapan memiliki persentase di atas nilai
standar BLH yang menentukan luas lahan.
Berdasarkan
hasil identifikasi terhadap kawasan Nonbudidaya/Lindung dan Ruang Terbuka Hijau
yang ada di Kota Balikpapan yaitu 18.821,742 Ha atau 37,396% dari luas kota
Balikpapan (50.330,57 Ha).
2)
ACEH
Green planning dan design (perencanaan
dan rancangan kota hijau)
Perencanaan dan rancangan hijau
adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep pembangunan kota
berkelanjutan. Strategi tata ruang Kota Banda Aceh diarahkan untuk
mengakomodasi lebih banyak ruang bagi pejalan kaki, penyandang cacat, dan
pengguna sepeda.
Untuk itu, pemerintah Kota Banda
Aceh telah menetapkan dokumen perencanaan dan perancangan kota sebagai produk
hukum yang kuat dan mengikat baik dalam wujud peraturan daerah/peraturan
walikota, termasuk peraturan mengenai Ruang Terbuka Hijau.
Dalam
hal ini, mencakup juga pembuatan Masterplan Kota Hijau dan Rencana Detail Tata
Ruang Kota yang mengadopsi prinsip-prinsip Kota Hijau. Pemko Banda Aceh telah
melahirkan Qanun No.4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029
yang turut mengatur tentang ruang terbuka hijau Kota Banda Aceh.
Mengingat
pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau dalam visi Green City, Pemko Banda Aceh
telah melahirkan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029.
Dalam Qanun ini, ditetapkan bahwa pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH pengaman
sungai dan pantai atau RTH tepi air. Pengaturan ruang terbuka hijau (RTH) di
Kota Banda Aceh disebar pada setiap desa/gampong (90 gampong).
Jumlah
RTH hingga tahun 2011 meliputi taman kota tersebar pada 40 gampong dan hutan kota
tersebar pada 19 gampong. Target pencapaian RTH gampong setiap 5 tahun sebanyak
12 taman kota dan 18 hutan kota sehingga pada tahun 2029 pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau telah tersebar merata di seluruh gampong di Kota Banda Aceh.
Sesuai
dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh
menargetkan RTH public sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (Ruang
Terbuka Hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus
berupaya mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang
terbuka hijau.
Untuk
RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas
30-40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini
sudah melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai,
sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar
pada setiap kecamatan, dan hutan kota.
Pada
kawasan pesisir pantai, RTH berfungsi sebagai penyangga bagi daerah sekitarnya
dan penyangga antara kawasan pesisir dengan kawasan terbangun juga berfungsi
mereduksi gelombang pasang dan meminimalkan gelombang tsunami. Oleh karena itu,
bagi Kota Banda Aceh, RTH di sepanjang pesisir pantai juga merupakan bagian
tidak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana.
Selain
itu, ia juga berperan untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi,
serta memelihara kesuburan tanah. Sementara itu, RTH di dalam kota seperti RTH
di sempadan sungai dan di sepanjang jalan berfungsi peneduh/penyejuk,
penetralisasi udara, dan keindahan dan menjaga keseimbangan iklim mikro. Untuk mendukung
keberadaan RTH dan menjaga keseimbangan iklim mikro, Kota Banda Aceh juga
didukung oleh beberapa kawasan tambak, tandon, kawasan bakau dan 7 aliran
sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area), kegiatan
perikanan, dan sebagainya.
Selain
itu, Kota Banda Aceh juga melakukan peningkatan/revitalisasi hutan dan taman
Kota. Juga dilakukan pemeliharaan berkala terhadap 74 taman, 10 areal
perkuburan, taman pembibitan (7.12 Ha), dan hutan kota (6 Ha) yang ada di Kota
Banda Aceh.
3)
SURABAYA
Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
dimiliki Kota Surabaya hanya 26% dari total luas wilayah kota Surabaya yang
mencapai 333.063 km². Untuk itu, Pemerintah Kota Surabaya bertekad untuk tetap
membangun RTH-RTH baru yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
lingkungan.
Walikota
Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, beberapa tahun lalu luas RTH di Surabaya
hanya 9%, lalu kemudian naik menjadi 12%, dan kini sebesar 26%. Di dalam Undang-Undang
(UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mensyaratkan RTH pada wilayah
kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. RTH terdiri dari ruang terbuka
hijau public dan ruang terbuka hijau privat.
Proporsi
RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Pemkot menargetkan
luas RTH di Surabaya dapat mencapai 35%. Karena dengan luas RTH sebesar itu
dapat menurunkan suhu udara rata-rata di Surabaya dari 34°C menjadi 32 hingga
30°C. pembuatan RTH ini tidak selalu dalam bentuk taman, akan tetapi juga bisa
berupa pembuatan waduk, penanaman pohon di pinggir jalan, hingga tempat-tempat
pembiakan bibit tanaman.
4)
BANDUNG
Saat ini Kota Bandung baru memiliki
sekitar 1700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk Kota yang memiliki luas
16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare, data Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup 2007, Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76%. Padahal
idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau seluas 30% dari total
luas kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang.
Ruang terbuka hijau di Metropolitan
Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kenyataannya
Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Lindung beralih fungsi menjadi kawasan
terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai
resapan air, tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal
ini mengakibatkan terjadinya banjir di beberapa titik.
Menurut data Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase ruang terbuka
hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota Kembang ini menyusut
sekitar 42 cm. di Babakan Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada
kedudukan 14,35 m dari sebelumnya 22,99 m. Menurut data yang dilansir Greenlife
Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan di Bandung itu masih berhutang 85.000
m² ruang hijau.
5)
MALANG
Ruang Terbuka Hijau di Kota
Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan
luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak
wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada
musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di Kota Malang dari tahun 1995 sampai
2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasita infiltrasi serta
kontibusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di Kota Malang.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau Kota Malang tahun 1995 sampai
2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau Kota Malang tahun 1995. Kapasitas
infiltrasi Kota Malang bervariasi, kapasitasinfiltrasi tertinggi di Hutan
Ariosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi
terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi Kota
Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan
bahwa Kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi
ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49.277,5 m² memberikan supplay air
tanah sebesar 13.594,536 m³/jam.
DAFTAR PUSTAKA:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar