Jumat, 17 Januari 2020

AMDAL dan Kaitannya dengan Hukum Pranata Pembangunan


HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN
 “AMDAL”

Hasil gambar untuk logo gunadarma


DOSEN: L KRISTINA H NAIBAHO
NAMA:
NABIILAH DHIYA ULHAQ (24317331)
KELAS:
 3TB02




FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019



PENGERTIAN AMDAL

AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) adalah suatu proses yang di gunakan untuk memperkirakan dampak terhadap lingkungan yang bertujuan untuk memastikan adanya dampak maslah lingkungan yang perlu di perhatikan dan di analisis pada tahap awal perencanaan dan perancangan proyek.

Dalam Peraturan Pemerintan No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan Hidup yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang AMDAL. Amdal sendiri telah dilaksanakan di Indonesia sejak 1982.

AMDAL ini biasanya dilakukan ketika dilakukan proyek baru. AMDAL bersifat menyeluruh, meliputi dampak biologi, sosial, ekonomi, fisika, kimia maupun budaya. Jadi, AMDAL ini tidak hanya terfokus pada lingkungan hidup saja tetapi juga komponen lainnya yang terlibat.

JENIS-JENIS AMDAL
AMDAL TUNGGAL adalah hanya 1 jenis usaha yang kewenangan pembinaannya di bawah 1 instansi yang menbidangi usaha tersebut.
AMDAL TERPADU / MULTISEKTORAL adalah hasil kajian mengenai dampak yang besar dan penting pada usaha yang melibatkan lebih dari 1 instansi yang membidangi usaha tersebut.
MENGAPA DIPERLUKAN AMDAL
AMDAL diperlukan untuk menjaga lingkungan dari suatu usaha/proyek industri atau kegiatan lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan.
AMDAL memiliki beberapa komponen, yaitu:
1. PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)
2. KA (Kerangka Acuan)
3. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan)
4. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)
5. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan)
Pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
1. Komisi Penilai AMDAL, komisi ini bertugas untuk menilai dokumen AMDAL
2. Pemrakarsa, orang / badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha yang akan dilaksanakan
3. Masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
TUJUAN AMDAL
Tujuan AMDAL yaitu untuk melakukan penjagaan pada suatu usaha atau kegiatan agar tidak memberikan dampak buruk pada lingkungan.
FUNGSI AMDAL
1. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari suatu proyek yang akan dilaksanakan
2. Memberikan masukan untuk penyusunan desain teknis dai rencana usaha / kegiatan
3. Memberikan masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
4. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang akan di timbulkan dari suatu rencana usaha / kegiatan
5. Awal dari rekomendasi tentang izin usaha
6. Sebagai Scientific Document dan Legal Document
7. Izin kelayakan lingkungan
8. Bahan perencanaan pembangunan wilayah.
MANFAAT AMDAL
Manfaat AMDAL bagi pemerintah
1. Mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan
2. Menghindarkan konflik dengan masyarakat
3. Menjaga agar pembangunan sesuai terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan
4. Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup

Manfaat AMDAL bagi pelaksana usaha
1. Menjamin adanya keberlangsungan usaha
2. Menjadi referensi untuk peminjaman kredit
3.Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk bukti ketaatan hukum.
4.Sebagai referensi pengajuan kredit di bank
5. Manfaat AMDAL bagi masyarakat
6. Mengetahui sejak dari awal dampak dari suatu kegiatan
7. Melaksanakan dan menjalankan control
8. Terlibat pada proses pengambilan keputusan.
9. Dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya
10. Mengetahui perubahan lingkungan di masa sesudah proyek berjalan
11. Mengetahui hak dan kewajiban di dalam hubungan dengan proyek.
Dalam pelaksanaan AMDAL, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
1.    Penentuan kriteria wajib AMDAL
2.    Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
3.    Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
4.    Kewenangan penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
PROSEDUR AMDAL
1.    Proses penapisan / screening / wajib AMDAL
Proses penapisan pada AMDAL sering disebut dengan proses seleksi wajib AMDAL untuk menentukan apakah rencana kegiatan ini wajib disusun AMDAL atau tidak.
2.    Proses Pengumuman
Segala rencana kegiatan yang dilakukan untuk membuat AMDAL, maka wajib mengumumkan segala rencana kegiatannya kepada masyarakat dari sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumaman tersebut harus dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab serta oleh pemrakarsa kegiatan.
3.    Proses Pelingkupan (scaping)
Pelingkupan adalah proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting yang terkait dengan suatu rencana kegiatan. Tujuan dari pelingkupan ini adalah untuk menetapkan suatu batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting suatu lingkungan, dan menetapkan tingkat kedalaman studi
4.    Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Jika KA-ANDAL selesai disusun maka pemrakarsa pun dapat mengajukan dokumen kepada komisi penilai amdal untuk kemudian dinilai. Berdasarkan peraturan yang ada. Jangka waktu maksimal penilaian pada KA-ANDAL tersebut adalah 75 hari. Waktu tersebut dihitung di luar yang telah dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan dokumennya.
5.    Penyusunan dan penilaian pada ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL tersebut dilakukan dengan mengacu kepada KA-ANDAL yang telah disepakati bersama. Hal itu dapat dilihat dari hasil penilaian komisi AMDAL. Setelah semua itu selesai disusun, pemrakarsa baru boleh mengajukan dokumen kepada komisi penilai AMDAL untuk kemudian dinilai kembali.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, lamanya waktu penilaian AMDAL tersebut adalah sekitar 75 hari. Sama halnya dengan RKL dan RPL, semuanya di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki atau menyempurnakan kembali dokumen tersebut.
DASAR HUKUM AMDAL
1.    Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Mengenai AMDAL.
2.    Keputusan Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2006 Mengenai Pedoman Penyusunan AMDAL.
3.    Keputusan Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 Mengenai jenis rencana usaha, dan segala jenis kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Beberapa peraturan Menteri Lingkungan Hidup, diantaranya yaitu:
1.    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012, Mengenai Pedoman Penyusunan Lingkungan Hidup.
2.    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012, Mengenai Pedoman keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses analisis pada dampak lingkungan hidup dan juga izin dari lingkungan.
3.    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 tahun 2012 Mengenai jenis rencana usaha dan suatu kegiatan yang wajib memiliki AMDAL.
Peraturan Pemerintah tersebut disusun sebagai pelaksanaan ketentuan di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, mengenai perlingdungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Khususnya ketentuan di dalam pasal 33 dan pasal 44 dalam Undang-Undang.

PROSES AMDAL DALAM HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN
AMDAL adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi.
Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.
AMDAL mulai berlaku di Indonesia Tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1986. Karena pelaksanaan PP No.29 tahun 2986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 oktober 1993 pemerintah mencabut PP. no. 29 tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 Tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL.
Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.
AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:
·       Jumlah manusia yang terkena dampak
·       Luas wilayah persebaran dampak
·       Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
·       Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
·       Sifat kumulatif dampak
·       Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak





DAFTAR PUSTAKA


Jumat, 22 November 2019

RUSUNAMI DAN RUSUNAWA UNTUK KALANGAN MENENGAH KEBAWAH

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN
 “RUSUNAMI DAN RUSUNAWA UNTUK KALANGAN MENENGAH KEBAWAH”
Hasil gambar untuk logo gunadarma"


DOSEN: L KRISTINA H NAIBAHO
NAMA:
NABIILAH DHIYA ULHAQ (24317331)
KELAS:
 3TB02




FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019




RUSUNAMI DAN RUSUNAWA UNTUK KALANGAN MENENGAH KE BAWAH
PENGERTIAN RUSUNAMI & RUSUNAWA
Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Rumah Susun / Rusun merupakan kategori resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain.
            Namun pada perkembangannya kata ini digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah. Penambahan kata sederhana setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Kenyataannya rusunami yang digalakkan pemerintah dengan sebutan proyek 1000 Menara merupakan rusuna bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8 yang secara fisik luar hampir mirip dengan rusun apartemen yang dikenal masyarakat luas. Kata Milik berarti seseorang pengguna tangan pertama harus membeli dari pengembangnya,
            Sedangkan Rusunawa atau Rumah Susun Sederhana Sewa berarti pengguna harus menyewa dari pengembangnya.
            Penjabaran lebih rinci dari pengertian Rumah Susun Sederhana Sewa adalah:
·       Satuan Rumah Susun Sederhana Sewa, yang selanjutnya disebut sarusunawa, adalah unit hunian pada rusunawa yang dapat digunakan secara perorangan berdasarkan ketentuan persewaan dan mempunyai saran penghubung ke jalan umum.
·       Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi rusunawa yang meliputi kebijakan perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.
·       Pengelola, yang selanjutnya disebut badan pengelola adalah instansi pemerintah atau badan hukum atau badan layanan umum yang ditunjuk oleh pemilik rusunawa untuk melaksanakan sebagian fungsi pengelolaan rusunawa.
·       Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa rusunawa.
·       Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang berupa rusunawa untuk dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, dan kerjasama pemanfaatan, dengan tidak mengubah status kepemilikan yang dilakukan oleh badan pengelola untuk mengfungsikan rusunawa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
·       Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola ; Tarif sewa adalah jumlah atau nilai tertentu dalam bentuk sejumlah nominal uang sebagai pembayaran atas sewa sarusunawa dan/atau sewa bukan hunian rusunawa untuk jangka waktu tertentu.
·       Pengembangan adalah kegiatan penambahan bangunan dan/atau komponen bangunan, prasarana dan sarana lingkungan yang tidak terencana pada waktu pembangunan rusunawa tetapi diperlukan setelah bangunan dan lingkungan difungsikan.
·       Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penerima asset kelola sementara kepada badan pengelola dan penghuni rusunawa meliputi pembinaan, pelatihan, dan penyuluhan.
·       Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundang-undangan mengenai rumah susun sederhana sewa dan upaya penegakan hukum
·       Masyarakat berpenghasilan rendah, yang selanjutnya disebuta MBR, adalah masyarakat yang mempunyai penghasilakn berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat.
Kepemilikan satuan Rusun dapat dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang ha katas tanah yang meliputi, ha katas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Dan dapat dimiliki dengan cara membayar tunai (cash) dan angsuran (kredit pemilikan rumah / KPR).

UU NO 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara terpisah tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang tersebut memberi contoh bagian bersama adalah antara lain: pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa, jaringan-jaringan listrik, gas dan telekomunikasi.

JENIS-JENIS RUSUN:
·       Rumah Susun Umum : dibangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Rusun ini memiliki 2 jenis yaitu RUSUNAMI (Rumah Susun Umum Milik) yang kepemilikannya berada di tangan pertama yang membeli unit rusun dari pengembang. Para pengembang lebih memilik pemakaian istilah Apartemen bersubsidi untuk Rusunami. Sedangkan RUSUNAWA (Rumah Susun Umum Sewa) penggunanya harus menyewa dari pengembang.
·       Rumah Susun Khusus : dibangun untuk memenuhi kebutuhan khusus
·       Rumah Susun Negara : dimiliki negara dan menjadi tempat tinggal bagi para pegawai negeri untuk menunjang pekerjaannya.
·       Rumah Susun Komersial : dibangun untuk mendapatkan keuntungan, seperti Apartemen, Kondominium, Flat dll.

SUBSIDI
Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah Apartemen Bersubsidi. Pengembang lebih senang menggunakan istilah apartemen daripada rusun karena konotasi negatif yang melekat. Sedangkan penambahan kata bersubsidi disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami jika memenuhi syarat, sedangkan yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami namun tidak mendapatkan subsidi.

JENIS SUBSIDI
·       Subsidi Selisih Bunga hingga maksimum 5% (sesuai golongan)
·       Bantuan Uang Muka hingga maksimum 7 juta (sesuai golongan)
·       Bebas PPN

SYARAT SUBSIDI
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 7/PERMEN/M/2007, kelompok sasaran penerima subsidi adalah:
·       Keluarga/rumah tangga yang baru pertama kali memiliki rumah dan baru pertama kali menerima subsidi perumahan (dibuktikan oleh surat pengantar dari kelurahan)
·       Gaji pokok pemohon atau pendapatan pokok pemohon perbulan maksimum 4,5 juta
·       Memiliki NPWP
·       Harga untuk apartemen dibawah Rp 114 juta dan rumah dibawah Rp 55 juta

PERBANDINGAN RUSUN, RUSUNAWA, RUSUNAMI
RUSUN
·       Lokasi sama-sama strategis dengan apartemen
·       Dibanding apartemen, harga cukup terjangkau untuk masyarakat kelas bawah hingga menengah
·       Memiliki ukuran maksimal 50 m², sehingga tidak cocok untuk keluarga besar.
·       Fasilitas umum yang terbatas jika disbanding dengan apartemen.
·       Tidak bisa dimiliki oleh calon penghuni yang sudah memiliki rumah


RUSUNAWA
·       Ada batas maksimum pungutan sewa, yaitu 30% dari pendapatan per bulan
·       Sifat kepemilikan non-permanen. Hak dan status penghuni bisa ditarik kapan saja oleh pengelola

RUSUNAMI
·       Wujud fisik bisa menyamai apartemen
·       Sifat kepemilikan lebih kuat, dengan adanya SHMSRS
·       Biaya pengelolaan cenderung lebih mahal disbanding rusunawa
·       Unit tidak dapat dipindahtangankan dalam jangka waktu tertentu
·       SHMSRS bisa jadi jaminan untuk pinjaman finansial.

DAFTAR PUSTAKA:

KOTA YANG MENERAPKAN RTH 30% LUAS WILAYAH, DAN 20% LUAS WILAYAH KOTA


HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN

RUANG TERBUKA HIJAU

“KOTA YANG MENERAPKAN RTH 30% LUAS WILAYAH, DAN 20% LUAS WILAYAH KOTA”

Hasil gambar untuk logo gunadarma


DOSEN: L KRISTINA H NAIBAHO
NAMA:
NABIILAH DHIYA ULHAQ (24317331)
KELAS:
 3TB02




FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019



RUANG TERBUKA HIJAU

Ruang Terbuka Hijau atau RTH merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan tanaman.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga untuk meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah.
Klasifikasi bentuk RTH umumnya antara lain RTH Konservasi/Lindung dan RTH Binaan.

Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi: 
·       Kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis
·       Kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi
·       Area pengembangan keanekaragaman hayati
·       Area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di Kawasan perkotaan
·       Tempat rekreasi dan olahraga masyarakat
·       Tempat pemakaman umum
·       Pembatas perkembangan kota kea rah yang tidak diharapkan
·       Pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis
·       Penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya
·       Area mitigasi/evakuasi bencana
·       Ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.

FUNGSI DAN MANFAAT

FUNGSI RTH
1.     Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
·       Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari system sirkulasi udara (paru-paru kota)
·       Pengatur iklim mikro agar system sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar
·       Sebagai peneduh
·       Produsen oksigen
·       Penyerap air hujan
·       Penyedia habitat satwa
·       Penyerap polutan media udara, air dan tanah
·       Penahan angina
2.     Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
Ø  Fungsi sosial dan budaya:
·       Menggambarkan ekspresi budaya lokal
·       Merupakan media komunikasi warga kota
·       Tempat rekreasi : wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam
Ø  Fungsi ekonomi:
·       Sumber produk yang bisa dijual, sepertii tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur
·       Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain
Ø  Fungsi estetika:
·       Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro (halaman rumah, lingkungan permukiman) maupun makro (lansekap kota secara keseluruhan)
·       Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota
·       Pembentuk factor keindahan arsitektural
·       Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun

MANFAAT RTH

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
1.     Manfaat langsung (cepat dan besifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah)
2.     Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).

PROSEDUR PERENCANAAN

Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai berikut:
·       Penyediaan RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat
·       Penyediaan dan pemanfaatan RTH public yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku
·       Tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTH public meliputi:
Ø  Perencanaan
Ø  Pengadaan lahan
Ø  Perancangan Teknik
Ø  Pelaksanaan pembangunan RTH
Ø  Pemanfaatan dan pemeliharaan
·       Penyediaan dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakat termasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan
·       Pemanfaatan RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Ø  Mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah
Ø  Tidak menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya
Ø  Tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH
Ø  Memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH
Ø  Tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis, dan estetis


PERATURAN

UU NO 26 TAHUN 2007 (PENATAAN RUANG)
Peraturan tentang struktur ruang dan prasarana wilayah kabupaten untuk melayani kegiatan dalam skala kabupaten.
Pemerintah kabupaten memiliki wewenang dalam pengembangan dan pengelolaan kabupaten dan telah disahkan dalam undang-undang. Rencana tata ruang kabupaten memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan rencana tata ruang provinsi yang terkait dengan wilayah kabupaten yang bersangkutan.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten merupakan pedoman dasar bagi pemda dalam pengembangan lokasi untuk kegiatan pembangunan di daerahnya terutama pada daerah pedesaan.
Peninjauan kembali atau revisi terhadap rencana tata ruang untuk mengevaluasi kesesuaian kebutuhan pembangunan.

UU NO 26 TAHUN 2007 TENTANG RTH (RUANG TERBUKA HIJAU)
Pada UU No 26 Tahun 2007 Pasal 17 memuat bahwa proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS) yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Isi UU No 26 Tahun 2007 Pasal 17:
(1)   Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang.
(2)   Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana system pusat permukiman dan rencana system jaringan prasarana.
(3)   Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya.
(4)   Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan.
(5)   Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai.
(6)   Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan.
(7)   Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 1 angka 31 Undang-undang No 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mendefinisikan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah, maupun yang sengaja ditanam. Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dibagi menjadi 9:
1.     Kawasan hijau pertamanan kota
2.     Kawasan hijau hutan kota
3.     Kawasan hijau rekreasi kota
4.     Kawasan hijau kegiatan olahraga
5.     Kawasan hijau pemakaman
Tujuan pembentukan RTH di wilayah perkotaan adalah:
1.     Meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan dan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan.
2.     Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan masyarakat.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan RTH adalah:
1)     Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memanjang, bulat maupun persegi empat atau panjang atau bentuk-bentuk geografis lain sesuai geotopografinya.
2)     Sosial, RTH merupakan ruang untuk manusia agar bisa bersosialisasi.
3)     Ekonomi, RTH merupakan sumber produk yang bisa dijual
4)     Budaya, ruang untuk mengekspresikan seni budaya masyarakat
5)     Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia (penduduk) untuk mendapatkan lingkungan yang aman, nyaman, indah, dan lestari.











KOTA YANG MENERAPKAN RTH 30% DARI LUAS WILAYAHNYA

1)     BALIKPAPAN

images (7)

Secara administrative luas keseluruhan Kota Balikpapan menurut RTRW tahun 2012-2032 adalah 81.495 Ha yang terdiri dari luas daratan 50.337,57 Ha dan luas lautan 31.164,03 Ha. Pansus DPRD Kota Balikpapan dalam pembahasan revisi RTRW Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 atas revisi Perda No.5 Tahun 2006 tentang RTRW Tahun 2005-2015, mengurai problematika penataan ruang di Kota Balikpapan dalam 10 tahun terakhir.
Dalam perencanaan tata ruang, pemerintah Kota Balikpapan telah menyempurnakan Perda Kota Balikpapan Nomor 5 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan tahun 2005-2015 menjadi Perda Kota Balikpapan Nomor 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Balikpapan Tahun 2012-2032 yang telah ditetapkan tanggal 2 November 2012. Dalam Perda terdapat beberapa komitmen yang menjadi kebijakan untuk tetap dilanjutkan, antara lain:
1.     Pola ruang 52% Kawasan Lindung dan 48% Kawasan Budidaya
2.     Tidak menyediakan ruang untuk wilayah pertambangan
3.     Pengembangan kawasan budidaya dengan konsep foresting the city dan green corridor, untuk pengembangan Kawasan Industri Kariangau diarahkan pada green industry yang didukung zero waste dan zero sediment.
Topografi Balikpapan berbukit-bukit dengan kelerengan yang bervariasi, serta jenis tanah pada beberapa kawasan didominasi oleh jenis yang mudah mengalami pergeseran dan erosi. Kondisi ini memerlukan penanganan yang benar dalam pengelolaannya. Berdasarkan hasil pengumpulan data, luas hutan kota di Balikpapan yang secara definitive sudah ditetapkan saat ini baru mencapai 200 Ha yang tersebar di 28 lokasi atau mencapai 0,4% dari luas wilayah Kota Balikpapan (503 km²).

DASAR DAN ASPEK LEGAL
Kebijakan pemerintah Kota Balikpapan untuk menetapkan beberapa kawasan hutan kota sebagai kawasan yang dilindungi karena sifatnya yang khusus, di antaranya sebagai bagian dari Ruang Terbuka Hijau Kota sejak tahun 1996 sudah ada meskipun dalam perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasannya masih terus dibenahi.
            Penetapan 21 kawasan sebagai hutan kota juga berperan sebagai ruang terbuka hijau dari tahun 1996 hingga tahun 2004 oleh Pemerintah Balikpapan melalui beberapa buah Surat Keputusan Walikota.
            RTH Kota Balikpapan terdiri dari:
·       Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain
·       Kebun Raya Balikpapan
·       Hutan Kota Pertamina
·       Taman-taman kota
·       Taman median jalan
Jika ditinjau dari rasio luas lahan yang dibangun dengan RTH, maka Balikpapan memiliki persentase di atas nilai standar BLH yang menentukan luas lahan.
            Berdasarkan hasil identifikasi terhadap kawasan Nonbudidaya/Lindung dan Ruang Terbuka Hijau yang ada di Kota Balikpapan yaitu 18.821,742 Ha atau 37,396% dari luas kota Balikpapan (50.330,57 Ha).

2)    ACEH

unduhan (1)

Green planning dan design (perencanaan dan rancangan kota hijau)
Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep pembangunan kota berkelanjutan. Strategi tata ruang Kota Banda Aceh diarahkan untuk mengakomodasi lebih banyak ruang bagi pejalan kaki, penyandang cacat, dan pengguna sepeda.
Untuk itu, pemerintah Kota Banda Aceh telah menetapkan dokumen perencanaan dan perancangan kota sebagai produk hukum yang kuat dan mengikat baik dalam wujud peraturan daerah/peraturan walikota, termasuk peraturan mengenai Ruang Terbuka Hijau.
            Dalam hal ini, mencakup juga pembuatan Masterplan Kota Hijau dan Rencana Detail Tata Ruang Kota yang mengadopsi prinsip-prinsip Kota Hijau. Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No.4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 yang turut mengatur tentang ruang terbuka hijau Kota Banda Aceh.
            Mengingat pentingnya peranan Ruang Terbuka Hijau dalam visi Green City, Pemko Banda Aceh telah melahirkan Qanun No. 4 Tahun 2009 tentang RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029. Dalam Qanun ini, ditetapkan bahwa pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) meliputi taman kota, hutan kota, jalur hijau jalan, sabuk hijau, RTH pengaman sungai dan pantai atau RTH tepi air. Pengaturan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Banda Aceh disebar pada setiap desa/gampong (90 gampong).
            Jumlah RTH hingga tahun 2011 meliputi taman kota tersebar pada 40 gampong dan hutan kota tersebar pada 19 gampong. Target pencapaian RTH gampong setiap 5 tahun sebanyak 12 taman kota dan 18 hutan kota sehingga pada tahun 2029 pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau telah tersebar merata di seluruh gampong di Kota Banda Aceh.
            Sesuai dengan RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, pemerintah Kota Banda Aceh menargetkan RTH public sebesar 20,52%. Hingga tahun 2011 ini luas RTH (Ruang Terbuka Hijau) yang dimiliki oleh Pemerintah Kota adalah sebesar ± 12,0%. Untuk mencapai target 20,52% tersebut, Pemerintah Kota terus berupaya mengimplemetasikan berbagai kebijakan dan program perluasan ruang terbuka hijau.
            Untuk RTH privat, kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh sudah menerapkan RTH seluas 30-40% dari setiap persil bangunan, dimana angka persentase luasan RTH ini sudah melebihi target yang ditetapkan dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yaitu 10%. RTH yang dikembangkan di Banda Aceh meliputi sempadan sungai, sempadan pantai, sepanjang jaringan jalan, pemakaman, taman kota yang tersebar pada setiap kecamatan, dan hutan kota.
            Pada kawasan pesisir pantai, RTH berfungsi sebagai penyangga bagi daerah sekitarnya dan penyangga antara kawasan pesisir dengan kawasan terbangun juga berfungsi mereduksi gelombang pasang dan meminimalkan gelombang tsunami. Oleh karena itu, bagi Kota Banda Aceh, RTH di sepanjang pesisir pantai juga merupakan bagian tidak terpisahkan dari strategi mitigasi bencana.
            Selain itu, ia juga berperan untuk mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah. Sementara itu, RTH di dalam kota seperti RTH di sempadan sungai dan di sepanjang jalan berfungsi peneduh/penyejuk, penetralisasi udara, dan keindahan dan menjaga keseimbangan iklim mikro. Untuk mendukung keberadaan RTH dan menjaga keseimbangan iklim mikro, Kota Banda Aceh juga didukung oleh beberapa kawasan tambak, tandon, kawasan bakau dan 7 aliran sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area), kegiatan perikanan, dan sebagainya.
            Selain itu, Kota Banda Aceh juga melakukan peningkatan/revitalisasi hutan dan taman Kota. Juga dilakukan pemeliharaan berkala terhadap 74 taman, 10 areal perkuburan, taman pembibitan (7.12 Ha), dan hutan kota (6 Ha) yang ada di Kota Banda Aceh.

3)    SURABAYA

unduhan

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dimiliki Kota Surabaya hanya 26% dari total luas wilayah kota Surabaya yang mencapai 333.063 km². Untuk itu, Pemerintah Kota Surabaya bertekad untuk tetap membangun RTH-RTH baru yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan lingkungan.
            Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, beberapa tahun lalu luas RTH di Surabaya hanya 9%, lalu kemudian naik menjadi 12%, dan kini sebesar 26%. Di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mensyaratkan RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. RTH terdiri dari ruang terbuka hijau public dan ruang terbuka hijau privat.
            Proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Pemkot menargetkan luas RTH di Surabaya dapat mencapai 35%. Karena dengan luas RTH sebesar itu dapat menurunkan suhu udara rata-rata di Surabaya dari 34°C menjadi 32 hingga 30°C. pembuatan RTH ini tidak selalu dalam bentuk taman, akan tetapi juga bisa berupa pembuatan waduk, penanaman pohon di pinggir jalan, hingga tempat-tempat pembiakan bibit tanaman.

4)    BANDUNG

Hasil gambar untuk rth bandung"

Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk Kota yang memiliki luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare, data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76%. Padahal idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau seluas 30% dari total luas kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
Ruang terbuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kenyataannya Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Lindung beralih fungsi menjadi kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai resapan air, tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir di beberapa titik.
Menurut data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase ruang terbuka hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota Kembang ini menyusut sekitar 42 cm. di Babakan Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada kedudukan 14,35 m dari sebelumnya 22,99 m. Menurut data yang dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan di Bandung itu masih berhutang 85.000 m² ruang hijau.


5)    MALANG

11

Ruang Terbuka Hijau di Kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di Kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasita infiltrasi serta kontibusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air tanah di Kota Malang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau Kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau Kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi Kota Malang bervariasi, kapasitasinfiltrasi tertinggi di Hutan Ariosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi Kota Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa Kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49.277,5 m² memberikan supplay air tanah sebesar 13.594,536 m³/jam.


DAFTAR PUSTAKA: